ALTERNATIF PEPERO
Karena kalau cuma ngasih pepero, sudah terlalu biasa
“Kenapa kamu gak ngasih aku pepero?”
“Kenapa aku harus ngasih Kakak pepero?”
Demi Tuhan Shin Yuna sedang fokus menuntaskan tugas di salah satu sudut kantin fakultas teknik ketika tiba-tiba oknum Yang Jeongin menghampirinya dan langsung mempertanyakan hal sepele. Pepero. Oke, Yuna tahu hari ini Pepero Day, tapi bisakah Yang Jeongin tahu waktu dan tempat karena—Hey pacarnya sedang pusing dengan tugasnya. Apalagi Yuna masih mahasiswa baru. Sedang semangat-semangatnya dan penuh antusias menerima tugas.
“Karena Kakak orang yang kamu sayang,” jawab Jeongin penuh percaya diri hingga menarik perhatian Yuna.
“Pede banget.” Yuna mencibir. “Aku juga mau pepero kalau gitu. Aku kan juga orang yang Kakak sayang,” lanjutnya.
“Pede banget,” timpal Jeongin menirukan cibiran Yuna sebelumnya.
“Males ih. Sana sana jangan gangguin dulu.”
Meski Yuna sudah mencoba mendorong-dorong Jeongin agar menjauh, pemuda itu malah menarik kursi di sisi Yuna. Menghadapkan tubuhnya ke arah sang kekasih lantas menatapnya hingga telinga si gadis memerah.
Oh, Jeongin tahu kok penyebab Yuna begini. Selain karena tugas—yang juju Jeongin sangat yakin kalau itu akal-akalan si cantik saja—ia juga cemburu karena kejadian pagi ini. Kejadian di parkiran ketika Jeongin tiba-tiba diserbu beberapa gadis yang memberinya pepero. Baru juga Yuna turun dari boncengan, gadis-gadis itu sudah menghampiri Jeongin. Yuna kesal dan langsung melenggang pergi tanpa pamit. Bisa-bisanya gadis-gadis itu memberikan pepero untuk Jeongin di depan pacarnya.
Ya meskipun tidak ada yang percaya kalau Jeongin dan Yuna itu pacaran karena sikap mereka lebih terlihat seperti sepasang kakak adik ketimbang sejoli.
“Kamu marah karena tadi pagi?”
“Gak.”
“Yakin?”
Yuna menghela napas. Sungguhan ia harus segera menuntaskan tugasnya jika tidak ingin pulang lepas matahari terbenam. Tetapi Jeongin terus mengganggunya dan ini tidak akan berakhir jika Yuna tidak menuruti maunya.
Yuna pun menoleh. Memposisikan diri menghadap Jeongin. Keduanya saling bertatap. Sama-sama menumpu kepala dengan tangan di meja.
“Well...aku tanya sekarang Kakak maunya apa?” Dengan wajah serius Yuna bertanya.
“Pepero dari Yuna.”
“Pepero dariku? Oke. Aku ada alternatif lain sambil menunggu tugasku selesai dan Kakak menerima pepero dariku.”
“Apa?” Jeongin terlihat antusias.
“Tapi ada syaratnya.”
“Apa syaratnya?”
“Kakak harus jaga jarak minimal 10 meter dariku setelahnya. Aku akan mengabari Kakak begitu tugasku selesai lalu kita pulang dan membeli pepero. Gimana?”
Jeongin berpikir sejenak. Mencoba menerka isi kepala Yuna untuk mencari tahu gerangan alternatif yang akan diberikan kekasihnya. Tidak ada yang terlintas. Ia menyerah.
“Baiklah. Setuju.”
Jujur saja Yuna sekarang benar-benar gugup. Sedikit ia menoleh kanan dan kiri. Memastikan sekali lagi suasana kantin fakultasnya Ia rasanya waktunya tepat dan aman sekarang. Tepat dan aman untuk mendaratkan satu kecupan dengan cepat di pipi Jeongin. Sampai-sampai kedua netra sipit Jeongin terbelalak karena—Ya Tuhan...seorang Shin Yuna mana pernah mau mencium Jeongin lebih dulu. Pemalu. Lalu siapa yang mengajarinya—
“Sudah ya.”—gemas. Gemas sekali sampai Jeongin rasa tingkat gula dalam darahnya naik mendadak. Diabetes oleh senyum lebar nan cantik milik Yuna yang ditujukan untuknya.
“Sekarang silakan jaga jarak atau kita bakalan lebih malam lagi pulangnya,” ujar Yuna sambil mengisyaratkan Jeongin untuk segera bangkit berdiri dan meninggalkan tempat duduknya saat ini.
Jeongin seperti tersihi. Ia langsung berdiri dan berbalik. Menyentuh pipinya lagi lantas tertawa kecil seperti orang gila. 5 langkah sampai Jeongin menyadari sesuatu dan berbalik mendekati Yuna.
“Apalag—” Belum sempat Yuna ajukan tanya—dan protes—ia lebih dulu dibuat bungkam oleh kecupan Jeongin di puncak kepalanya. Tak lupa diakhiri dengan mengusak gemas surai Yuna.
Terkekeh Jeongin menatap Yuna seraya berkata, “Impas. Sampai jumpa. Kakak tungguin di perpustakaan ya.” Meninggalkan Yuna yang sebenarnya sudah berantakan bersamaan dengan rambutnya yang diusak Jeongin tadi.
Yuna rasa setelah ini ia tidak perlu membelikan pepero untuk Jeongin. Begitupun sebaliknya. Karena ternyata alternatif ini lebih baik dari sekedar si skinny stick berlapis cokelat.
Sore harinya, Yuna dapati beberapa menfess anonim di base kampus tentang adegannya mencium pipi Jeongin dan Jeongin mencium puncak kepalanya. Well...itu memang tujuan Yuna sih. Supaya orang-orang jadi percaya kalau dia itu memang pacarnya Jeongin. Bukan sekedar tetangga, apalagi adik kecil.
—end—