Older
xh gaon x nmixx haewon
Karena sudah dapat dipastikan Galih mengerjakan laporan dalam waktu yang lama, maka pilihan tempat untuk mengerjakannya adalah mekdi 24 jam. Seingat Galih 2 jam lalu dia masih membedah kadaver sebelum pulang ke kosan untuk mandi lantas menjemput Hanin.
Si gadis mulai membuka buku hukum tata negara miliknya. Fokus penuh tanpa berniat mengganggu Galih yang ia tahu betul tidak bisa diinterupsi jika tidak ingin laporannya tidak selesai malam ini.
Galih menuntaskan laporannya nyaris 2 jam kemudian. Lantas meregangkan punggung dan menyadari sosok Hanin di hadapannya sudah terlelap. Buku yang ia baca terbuka dan menjadi alas kedua tangannya yang menyilang menumpu kepalanya.
Galih hanya bisa mengulas senyum. Tangannya reflek merapikan poni Hanin yang malah membuat si gadis terbangun.
“Kelar, Gal? Jam berapa nih?” Hanin celingukan sana sini mencari jam. Kedadarannya belum penuh.
“Jam 11. Balik yuk?”
“Emangnya udah selesai?”
“Udah.”
“Kok cepet?”
“Mumpung fokus. Udah hayuk gue anter balik. Gue mau lanjut belajar buat OSCE.”
Hanin akhirnya mengangguk. Membereskan buku-bukunya untuk kemudian beranjak melangkah lebih dulu daripada Galih.
Galih merasa akhir-akhir ini ia jarang berbincang panjang dengan Hanin. Kesibukan si gadis yang lebih muda setahun darinya itu sebagai Mahasiswa Ilmu hukum yang juga aktif di organisasi dan dirinya sendiri yang mulai harus menyiapkan diri untuk KKN—dan quis-quis dadakan dari profesor setiap masuk kelas—menjadikan intensitas itu berkurang dengan sendirinya.
“Han.”
“Hmm?”
“Ngantuk berat?”
Hanin menggeleng. Mengalihkan tatapan yang semula ke arah jendela pada Galih yang berusaha tak kehilangan konsentrasi mengemudi.
“Gue mau ngobrolin kita sih.”
Hanin mengerutkan kening. “Emang kita kenapa?”
“Akhir-akhir ini jarang ketemu. Kalau ketemu sibuk sama urusan sendiri-sendiri juga.”
Tepat mengakhir kalimat, mobil Galih berhenti di lampu merah terakhir sebelum memasuki area kosan Hanin.
Hanin menghela napas. Menatap Galih sebentar sebelum akhirnya berkata, “Anter gue ke rumah aja, Gal. Kangen Papa.”
“Oke.”
Perjalanan makin panjang—dan memang itu tujuan Hanin. Belum ada obrolan lagi karena masing-masing sibuk dalam pikiran. Pasangan yang kerap dijuluki couple goals yang selalu terlihat paling aman-aman saja di publik sebetulnya punya banyak kekhawatiran sama seperti pasangan pada umumnya.
Mungkin karena pembawaan keduanya yang ceria sehingga dianggap mereka tidak pernah diliputi masalah. Ya benar sih, masalah terbesar mereka sebetulnya ya karena mereka terlalu main aman. Sama-sama hati-hati pada satu sama lain. Sama-sama takut satu sama lain bosan dengan hubungan aman ini.
“Gak usah khawatir. Kita baik-baik aja. Cuma nambah urusan di hidup masing-masing dan priority bukan lagi soal ngehibur satu sama lain, Gal. Diri kita sendiri-sendiri dulu baru satu sama lain,” ujar Hanin sembari menepuk-nepuk pundak Galih.
Mobil kembali berjalan lurus. Sesuai pinta Hanin untuk mengantarnya pulang ke rumah alih-alih kosannya. Di kepala Galih kali ini memproses kata per kata dari Hanin barusan.
“Gue Cuma gak bisa bayangin lo gak ada di momen paling berharga di hidup gue.”
Kali ini reaksi Hanin justru sebuah gelak tawa. Ia tidak lagi terlihat mengantuk seperti beberapa saat lalu.
“Lo tau gak? Kita pernah gak kontakan 3 hari pas lo ujian blok semester lalu. Dan hal yang paling gue takutin adalah lo ternyata gagal di ujian itu gara-gara main sama gue mulu.”
“Sumpah? Lo mikir gitu?”
“Demi. Gue pikir lo gak ngabarin gue 3 hari gara-gara lo gagal dan takut bikin gue tersinggung karena gue lo gagal.”
“Anjir mana ada. Justru ujian blok pas itu hasil gue paling memuaskan sih gara-gara lo teror mulu suruh belajar. Better than my alarm.”
Tidak terasa perjalanan malam itu nyaris mencapai akhir ketika mobil memasuki gerbang utama perumahan tempat tinggal orang tua Hanin. Obrolan serius itu berlanjut hingga cerita-cerita lucu di hidup keduanya selama beberapa saat tidak bertemu.
“Sampai juga.”
“Balik lagi yuk. Gue tidur di kosan aja.”
“ANJIE HANIN JANGAN BECANDA.”
Hanin tergelak. “Sini, Gal.” Hanin mengisyaratkan Galih untuk mendekat. Si gadis melepas seatbelt nya lantas memeluk Galih sebentar sembari menepuk-nepuk punggung yang lebih tua.
“Gue gak bakal kemana-mana, Gal. Soalnya gue juga gak bisa bayangin masa depan gue yang ga ada lo nya.”