pangkalan gas

Nayla betulan datang ke tokonya Kemal. Kemal cuma bisa tepuk jidat apalagi lihat penampilan Nayla yang terlihat siap kencan.

Pasti gagal jalan sama pacarnya. Terka Kemal dalam hati.

“Halo, Bro.” Sapa Nayla begitu memasuki tokonya Kemal. Kemal cuma bisa geleng kepala.

“Rada-rada ni anak. Gasnya jadi gak?”

“Jadi lah. Mang Asep yang ijo ambil 5. Nanti dianter ke rumah dulu. Terus Mang Asep langsung pulang aja,” papar Nayla pada sopirnya.

“Neng Nayla gimana nanti pulangnya?”

“Gampang.” Nayla menunjuk Kemal. Yang ditunjuk mengerutkan kening lantas menghela napas pasrah.

“Iya deh.”

Setelah sopirnya pergi, Nayla mengambil kursi kosong di dekat Kemal dan duduk di sisi karibnya di balik etalase.

“Lo pasti gagal jalan sama Galang jadi ke sini.”

Nayla sedikit tercengang. “Waw, lo cenayang?”

“Ketebak aja. Gue kan pelarian lo doang, Nay.”

“Bahasa lo jangan gitulah, Mal. Gue berasa jahat banget.”

Kemal mengambilkan sebotol air mineral dingin untuk Nayla dari lemari pendingin. Kelewat hapal kebiasaan Nayla yang memang tidak begitu suka minuman manis.

“Jadi?” Satu kata bernada tanya dilontarkan Kemal selagi Nayla meneguk air mineralnya.

“Apaan?”

“Lo ngapain ke sini? Biasanya lo ngajak gue keluar.”

Nayla memang suka begitu. Mengajak Kemal pergi kemanapun di saat ia dan Galang sedang berselisih. Namun kali ini ia lebih memilih berdiam menemani Kemal di pangkalan Gas milik orang tua si pemuda.

“Gue lagi gak punya tujuan jadi sekali-sekali stay aja di tempat lo jualan. Lagian ga enak gue sama ortu lo. Anaknya mau berbakti malah gue ajak kelayapan.”

“Akhirnya sadar juga ya.” Satu pukulan dilayangkan Nayla di lengan Kemal membuat si pemuda merintih.

“Btw, gue beneran mau curhat soal Galang dong.”

“Gue gak mau dengerin.”

“Yah terus gue harus cerita ke siapa dong? Lo tau sendiri papa gue lagi gak di rumah, gue juga belum yang dekat-dekat banget sama Mama, Tata sibuk sampin—”

“Buruan cerita atau—”

Satu dering panggilan telpon menginterupsi keduanya. Lekas Kemal terima panggilan telpon tersebut yang ternyata datang dari pelanggan gas.

“Gue anter gas dulu.”

“Lah gue ditinggal??”

“Ya masa lo gue bawa, Nay.”

“Nanti kalau ada yang beli Gas gimana?”

“Suruh tunggu. Gue gak lama.”

“5 menit.”

“10 menit.”

“Lamaaa.”

“Jangan ngajak gue ngobrol mulu makanya. Biar cepet berangkat cepet nyampe.”

“Galak banget lo pms ya?”

Tidak lagi menggubris Nayla, Kemal bergegas mengantar gas. Pikirannya sedikit kacau setiap kali Nayla berada di sekitarnya.

Kadang Kemal merasa tak enak hati bersikap keras pada Nayla. Tetapi untuk sementara ia merasa perlu.

Sebab ia juga ingin tetap dalam koridor platonik bersama Nayla. Sama seperti ia kepada Tata.

-*-